IMG-LOGO
Home Daerah Usai Insiden Semburan Gas Berapi di Sanga-Sanga, JATAM Kaltim Desak Pencabutan Izin Operasi Pengeboran Migas
daerah | kaltim

Usai Insiden Semburan Gas Berapi di Sanga-Sanga, JATAM Kaltim Desak Pencabutan Izin Operasi Pengeboran Migas

Hasa - 04 Juli 2025 18:18 WITA
IMG
Lokasi pengeboran Pertamina PDSI di Sanga-sanga

POJOKNEGERI.COM – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mendesak pencabutan izin operasi kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi (migas) oleh Pertamina dan kontraktornya, PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI).


Desakan ini disuarakan JATAM Kaltim usai insiden semburan gas bercampur api dari salah satu sumur pengeboran milik PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara beberapa waktu lalu.


Insiden yang terjadi pada Kamis, 19 Juni 2025 pukul 05.00 WITA ini memicu kepanikan warga setempat. 


Berdasarkan keterangan warga, semburan gas dan api tersebut menjulang hingga 12 meter dan menimbulkan bau menyengat. Beberapa warga mengalami gangguan kesehatan seperti pusing, mual, dan sesak napas.


“Kami menemukan bukti-bukti kuat di lapangan bahwa telah terjadi kelalaian dan pelanggaran serius dalam operasional pengeboran ini. Tidak ada transparansi informasi, tidak ada sosialisasi, dan tidak ada perlindungan terhadap warga,” tegas Mareta Sari, Dinamisator JATAM Kaltim, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/7/2025).


JATAM Kaltim mencatat sejumlah temuan penting dalam insiden tersebut, termasuk pencemaran air, udara, dan tanah di sekitar lokasi semburan. Berdasarkan kesaksian warga dan tokoh masyarakat, termasuk Ketua dan Wakil Ketua RT 04, tidak pernah ada sosialisasi kegiatan pengeboran, dokumen AMDAL, ataupun prosedur tanggap darurat dari pihak perusahaan.


Mareta menambahkan, pihak perusahaan justru menyampaikan informasi yang menyesatkan kepada warga dengan menyebut semburan gas itu sebagai “flare” atau pembakaran gas buang yang lazim dilakukan.


“Perusahaan harus membuka buku log harian pengeboran dan rekaman CCTV saat kejadian. Mereka tidak bisa terus bersembunyi di balik narasi normalisasi. Ini blow out yang berbahaya,” ujarnya.


Selain tidak transparan, JATAM juga menyoroti lambannya respons pemerintah daerah dalam melakukan uji kualitas udara dan air, serta lemahnya pengawasan terhadap operasional migas di wilayah padat penduduk. Air PDAM yang tetap dialirkan ke warga meski terlihat keruh, berbau, dan berlumpur turut dipertanyakan, terlebih dalam situasi berlangsungnya Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di kecamatan tersebut.


“Kami mempertanyakan keputusan pemerintah yang tetap mengalirkan air PDAM saat kondisi air masih tercemar. Apakah keselamatan warga lebih rendah nilainya dibandingkan kegiatan seremonial?” kata Mareta.


Kompensasi yang diberikan oleh Pertamina kepada warga juga dinilai tidak adil dan jauh dari kata layak. Warga hanya menerima air mineral kemasan, susu kaleng, dan vitamin B kompleks selama tiga hari. Menurut Mareta, jumlah bantuan pun tidak merata, bahkan menimbulkan konflik antar warga.


“Ini adalah bentuk penghinaan terhadap akal sehat warga. Kompensasi tidak hanya minim, tapi juga diskriminatif. Ada 166 KK di satu RT, tapi hanya 48 kaleng susu yang dibagikan,” ujarnya.


JATAM Kaltim secara tegas mendesak Kementerian ESDM dan seluruh otoritas terkait untuk mencabut izin pengeboran sumur LSE-P715 serta izin kelayakan lingkungan atau AMDAL-nya. Mereka juga meminta dibentuknya tim independen yang melibatkan masyarakat sipil untuk menyelidiki penyebab insiden, memeriksa SOP operasional, dan mengevaluasi dugaan pelanggaran hukum oleh Pertamina dan PDSI.


“Ini bukan semata kecelakaan teknis. Ini adalah skandal kelalaian struktural yang mengorbankan hak hidup dan lingkungan warga. Negara wajib hadir untuk mengusut dan menindak,” tegas Mareta.


Sebagai informasi, insiden semburan serupa pernah terjadi di Sanga-Sanga pada tahun 1988 yang menyebabkan dua orang meninggal akibat terpapar gas beracun. Kini, warga kembali dihantui peristiwa serupa tanpa perlindungan memadai dari negara maupun perusahaan.


(tim redaksi)


Berita terkait