IMG-LOGO
Home Nasional Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah, Ketua KPU RI Respon Putusan MK
nasional | umum

Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah, Ketua KPU RI Respon Putusan MK

Hasa - 28 Juni 2025 15:19 WITA
IMG
Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin

POJOKNEGERI.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal.

MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

Putusan MK ini mendapat tanggapan dari Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin.

Afif mengakui skema pemilu serentak membuat penyelenggara harus bekerja ekstra.

"Memang tahapan yang beririsan, bahkan bersamaan secara teknis lumayan membuat KPU harus bekerja ekstra," kata Afif kepada wartawan, Jumat (27/6/2025).

Afif mengatakan pihaknya akan mempelajari putusan tersebut.

"Kami menghormati putusan MK dan akan pelajari secara detail putusan MK tersebut," ujarnya.

Pemisahan pemilu daerah dan nasional ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang dikabulkan atas permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Keputusan penting ini menjadi jawaban atas kerumitan dan beban berat penyelenggaraan pemilu serentak yang selama ini dijalankan.

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari reformasi besar sistem pemilu nasional. MK memandang bahwa belum adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.

Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

"Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional," ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Terkait dengan waktu pelaksanaan Pemilu, Saldi mengatakan MK tidak bisa menentukan secara spesifik.

Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.

"Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota," ujar Saldi.

(*)

Berita terkait