POJOKNEGERI,COM, SAMARINDA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) menyampaikan sikap kritis terhadap pelaksanaan program Koperasi Merah Putih yang diluncurkan pemerintah pusat.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menilai program ini menyimpan potensi persoalan serius jika tidak disiapkan secara matang, terutama karena menyangkut pengelolaan dana miliaran rupiah.
Sapto menyebutkan, bila benar Koperasi Merah Putih akan mengelola dana hingga Rp3 miliar per unit koperasi, maka pemerintah harus memastikan semua aspek legalitas dan kapasitas pengelolaan telah terpenuhi.
“Kalau memang itu Rp3 miliar, itu pasti akan menjadi permasalahan,” tegas Sapto saat dikonfirmasi, Selasa (17/6/2025).
Ia mengingatkan bahwa program koperasi tidak bisa dijalankan sembarangan, apalagi bila menyentuh skala pembiayaan yang besar.
Menurutnya, koperasi wajib memiliki legalitas hukum yang jelas, sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, serta tujuan bisnis yang konkret dan terukur.
“Pesan saya sederhana: legalitasnya harus ada dulu. SDM-nya juga harus siap. Jangan asal bentuk koperasi, tapi tidak tahu akan bergerak di sektor apa,” lanjutnya.
Sapto bahkan membandingkan potensi risiko ini dengan implementasi dana desa yang kerap menimbulkan masalah di sejumlah wilayah.
“Dana desa saja yang Rp1 miliar sudah sering bermasalah, apalagi koperasi ini yang nilainya Rp3 miliar. Kalau tidak siap, ya Wallahu A’lam,” sindirnya.
Karena itu, DPRD Kaltim meminta agar program Koperasi Merah Putih dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas tinggi.
Koperasi, menurutnya, harus berbasis pada rencana bisnis yang jelas dan sesuai dengan potensi ekonomi lokal masing-masing daerah.
Koperasi Merah Putih merupakan program gagasan Presiden Prabowo Subianto dalam upaya pemberdayaan ekonomi desa.
Dana yang digelontorkan berasal dari pinjaman bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) seperti Bank Mandiri dan BTN.
Namun, perlu dicatat bahwa dana ini bukan hibah, melainkan pinjaman yang harus dikembalikan dalam jangka waktu enam tahun.
Sapto menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat terhadap aliran dan penggunaan dana tersebut, guna menghindari potensi penyalahgunaan yang bisa merugikan masyarakat desa.
DPRD Kaltim mengusulkan agar sebelum peluncuran program secara luas, pemerintah pusat dan daerah harus terlebih dahulu memastikan kerangka tata kelola koperasi yang profesional, termasuk pelatihan SDM, pembentukan sistem akuntabilitas, serta penguatan pengawasan internal dan eksternal.
“Jangan sampai koperasi ini hanya jadi proyek mercusuar. Kami ingin pastikan manfaatnya benar-benar sampai ke masyarakat,” pungkas Sapto. (adv)