IMG-LOGO
Home Nasional Adi Prayitno Sindir DPR RI Soal Putusan MK: Diam Kalau Menguntungkan dan Ribut Jika Dirugikan
nasional | umum

Adi Prayitno Sindir DPR RI Soal Putusan MK: Diam Kalau Menguntungkan dan Ribut Jika Dirugikan

Alamin - 06 Juli 2025 16:21 WITA
IMG
Direktur Paremeter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno/Foto: Adi Prayitno

POJOKNEGERI.COM - Sindiran keras dilayangkan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno kepada DPR.


Ia mempertanyakan sikap inkonsisten sejumlah anggota DPR RI dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya terkait keputusan terbaru mengenai pemisahan pemilu nasional dan daerah.


Adi menilai para politisi Senayan kerap bersikap “tebang pilih” terhadap putusan MK.


Ia menuding, DPR cenderung hanya mempersoalkan putusan yang dianggap merugikan kepentingan politik mereka, namun memilih bungkam saat keputusan MK dinilai menguntungkan.


"Kadang politisi Senayan itu suka tebang pilih soal putusan MK. Dulu putusan MK Nomor 90 soal syarat minimal umur calon presiden yang dinilai menabrak etika konstitusi mereka tak ribut-ribut. Giliran pemilu nasional dan daerah dipisah, ribut-ribut berasa mau kiamat saja," ujar Adi, Minggu (6/7), dikutip dari DetikJakarta.


Menurut Adi, sikap DPR menunjukkan inkonsistensi dan pendekatan yang transaksional terhadap hukum.


"Kalau menguntungkan, mereka diam. Kalau merugikan, kerap protes. Ini jelas menunjukkan standar ganda dalam menyikapi konstitusi," tegasnya.


Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, melayangkan kritik keras terhadap MK.


Ia menilai putusan pemisahan pemilu tersebut sebagai bentuk pelanggaran konstitusi dan penyalahgunaan kewenangan.


"MK sudah terlampau jauh memasuki ranah pembentuk undang-undang, sehingga sejumlah putusannya menjadi polemik konstitusional," kata Nurdin.


Ia menekankan bahwa kewenangan MK dalam UUD 1945 terbatas pada pengujian undang-undang terhadap UUD, penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik, dan sengketa hasil pemilu.


Menurut Nurdin, pemisahan pemilu justru bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu, termasuk pemilihan DPRD, harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali.


"Putusan ini cacat secara konstitusional, menimbulkan ketidakpastian terhadap sistem demokrasi, tata kelola pemerintahan, hingga keuangan negara," pungkasnya. (*)

Berita terkait